Slider

Recent Tube

Bisnis

Sosial

Tren

Teknologi

Olahraga

Galeri

Riwayat Kerjasama Ekonomi UEA dan Somaliland

Laporan resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali menyoroti dinamika geopolitik di Somalia utara, khususnya terkait pembentukan pangkalan militer Uni Emirat Arab di Berbera, wilayah yang diklaim oleh otoritas Somaliland. Dokumen yang diyakini berasal dari Kelompok Pemantau PBB itu mengungkap detail kronologi, perbedaan pernyataan resmi, serta implikasi strategis dari kehadiran militer asing di kawasan tersebut.

Menurut laporan tersebut, rencana pembangunan pangkalan militer UEA di Berbera mulai terendus pada akhir 2016. Saat itu, sejumlah sumber melaporkan adanya aktivitas awal yang mengindikasikan niat Abu Dhabi menjadikan Berbera sebagai titik strategis militer di pesisir Teluk Aden.

Pada 18 Januari 2017, Kelompok Pemantau PBB secara resmi meminta klarifikasi dari pemerintah Uni Emirat Arab dan otoritas Somaliland. Permintaan ini terkait kepatuhan terhadap rezim embargo senjata internasional yang diberlakukan atas Somalia, termasuk wilayah yang tidak diakui secara internasional.

Tekanan internasional tersebut berlanjut hingga 12 Februari 2017, ketika parlemen Somaliland menyetujui secara formal keputusan untuk menjadi tuan rumah pangkalan militer UEA. Keputusan ini diambil tanpa persetujuan pemerintah federal Somalia, sehingga segera memicu kontroversi diplomatik.

Laporan PBB menyoroti adanya perbedaan mencolok dalam penjelasan tujuan penggunaan pangkalan tersebut. Seorang pejabat senior kabinet Somaliland menyatakan bahwa fasilitas itu hanya akan digunakan oleh Angkatan Udara UEA selama 25 tahun untuk patroli maritim dan memerangi pembajakan di perairan regional.

Dalam versi tersebut, ditegaskan bahwa pangkalan di Berbera tidak akan digunakan untuk melancarkan serangan udara maupun operasi ofensif. Narasi ini dikemukakan untuk meredam kekhawatiran bahwa wilayah Somalia utara akan terseret lebih jauh dalam konflik regional.

Namun laporan yang sama mencatat pernyataan berbeda dari pejabat tinggi lainnya. Secara terbuka, mereka menyebut pangkalan tersebut akan difungsikan untuk pelatihan militer, pengawasan, serta operasi militer yang berkaitan langsung dengan perang di Yaman.

Perbedaan pernyataan ini dinilai Kelompok Pemantau PBB sebagai indikasi kurangnya transparansi. Ketidakselarasan narasi resmi menimbulkan dugaan bahwa peran pangkalan Berbera lebih luas daripada sekadar patroli maritim.

Dari sisi fasilitas, pemerintah Somaliland memberikan izin kepada UEA untuk merenovasi dan menggunakan infrastruktur bandara yang sudah ada di Berbera. Bandara ini kemudian menjadi pusat dari ekspansi fisik pangkalan militer tersebut.

Analisis citra satelit antara Desember 2016 hingga September 2017 memperkuat temuan lapangan. Gambar menunjukkan pembangunan fasilitas permanen baru yang signifikan, termasuk perluasan landasan dan bangunan penunjang militer.

Yang paling menonjol adalah pembangunan dermaga baru di garis pantai sekitar dua kilometer di utara landasan pacu bandara Berbera. Dermaga ini dinilai mampu menopang operasi logistik laut dalam skala besar.

Keberadaan dermaga tersebut memperkuat dugaan bahwa pangkalan ini tidak hanya dirancang untuk operasi udara, tetapi juga mendukung mobilisasi laut yang intensif. Hal ini relevan dengan operasi UEA di Laut Merah dan Teluk Aden.

Dalam catatan kaki laporan tersebut, diungkapkan pula adanya imbalan politik dan ekonomi yang diterima Somaliland. Sebagai kompensasi, UEA berkomitmen membangun bandara sipil baru di dekat lokasi pangkalan militer.

Selain itu, UEA juga sepakat merehabilitasi jalan strategis yang menghubungkan Berbera dengan perbatasan Ethiopia di Wajaale. Proyek ini dipandang krusial bagi jalur perdagangan darat menuju Ethiopia yang tidak memiliki akses laut.

Bagi otoritas Somaliland, kesepakatan ini dipresentasikan sebagai kemenangan ekonomi dan pengakuan de facto. Namun di mata PBB, imbalan tersebut tidak mengubah status hukum wilayah tersebut yang tetap dianggap bagian dari Somalia.

Laporan itu juga menyinggung dampak politik internal yang ditimbulkan. Kehadiran pangkalan asing dinilai memperdalam perdebatan soal legitimasi pemerintahan Somaliland di mata klan-klan non-Isaaq di wilayah timur dan barat.

Secara regional, pangkalan Berbera dipandang sebagai bagian dari strategi UEA memperluas pengaruh militernya di Laut Merah dan Tanduk Afrika. Berbera melengkapi jaringan pangkalan Abu Dhabi dari Eritrea hingga Yaman.

Bagi pemerintah federal Somalia, pembangunan pangkalan ini dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan nasional. Mogadishu berulang kali menyatakan tidak pernah memberikan persetujuan atas kehadiran militer asing tersebut.

Kelompok Pemantau PBB menekankan bahwa kasus Berbera menunjukkan abu-abu hukum yang muncul akibat fragmentasi politik Somalia. Ketidakhadiran otoritas negara yang kuat membuka ruang bagi aktor eksternal untuk bernegosiasi langsung dengan entitas lokal.

Laporan tersebut akhirnya menegaskan bahwa pangkalan UEA di Berbera bukan sekadar proyek keamanan, melainkan simpul geopolitik yang memadukan konflik regional, politik klan, dan kepentingan global. Dampaknya dinilai akan terus terasa dalam stabilitas Somalia dan kawasan sekitarnya.